Jumat, 20 Mei 2011

Cinta Dan Air Mata

Cinta Dan Air Mata

Tak cukupkah segala kasihku!
Tak cukupkah segala kesedihanku tertumpah hari ini
tak inginkah bila kita dapt melangkah lebih pasti
haruskah ada semua ini dalam diri kita
dan hujanpun akan semakin deras
curahannya begitu keras terdengar dihati

begitu menjemukan dibalik dendam yg berjelaga
meratapi kasih2 hampa
menatap kosong ke sisa2 malam
terukir gurat merah sesal dibatasnya rindu
aku yg terdiam disini
teringat masa lalu yg tertusuk sembilu

tatapan begitu tajam
hingga hatikupun tertusuknya
nyeri terasa hingga langitpun berubah menghitam
telah ada dibenakku tentang itu

jarak jalan yg tertempuh semakin memperparahnya
lalu engkau terdiam
disela2 waktu yg tak berhenti memakiku
aku memang bodoh

bercerita padaku ya malam
bisikkan sedihmu dalam tingkah gerimis
kunantikan disini daku setia menunggumu
hingga kutahu rahasia wajahmu yg kelam
menangislah padaku sampai langkahmu jauh melarut]
mengaduhlah padaku bersama angin surut ke laut
rinduku padamu tumpas dalam relung sunyi ronggamu
rinduku paadamu adalah cinta menjulang langit kelabu
kekelaman apakah yg akan kau sampaikan
rahasia siapa yg lama kau sembunyikan
malam yg kekal yg berahasia
bukankah padaku segala mimpi
malam yg larut oleh derita
menghampirilah padaku tanpa gelisah sangsi
mengapa lajumu tersendat dalam kehendak bebas?

yg terjadi adalah saat hening yg ada menyesakkan jiwa
menangisi kecewa yg tak bertepian
dan buih2 dilautan semakin surut
aku tetep tak mengerti

akankah hatimu bagai gunung tinggi menjualang
ditengah lautan luas
dan tak seorangpun yg akan mencapaimu lagi
telah lepaskah kepasrahan yg dulul kau dengungkan
hingga menyibakkan tabir yg mencumbuku kemarin

dan yg tersibakkan adalah kenangan
yg tertimbun batu2 hitam
dalam keremangan senja hatimu
menari menyusupkan setitik embun di nadi
engkau tak akan mengusapnya
dan yg terlukiskan adalah kisi2 jiwa
yg terjamahkan dendam kemarin lalu
merubahnya dengan harum tubuhmu
akupun bernapas lega
selaksa terbang diantara relung jiwamu
yg pernah menangis bisu
dan yg dihadirkan adalah ungkapan
yg menancapkan kukunya dibatas keraguan
menjadikan langkah ini semakin teguh


diawali dengan tangis2 semu
semua yg terjadi disini menyebar
menghembuskan wanginya dijaring laba2
meneteskan embunnya yg begitu sejuk
walau kadang sinarnya juga berkedip
aku tetep mengagumimu


dan rintik hujan hanyalah onak kecil yg menerobos jalanku
menekan sedikit hasratku tuk menjamahmu
menghangatkan relung yg terbiaskan mimpi
menyalakan lilin yg hampir tersapu angin
peluhmu bercucuran membasahi sudut asa
yg selalu kau dendangkan bersama tangis
engkau mengilhami lamunanku untuk selalu tentangmu
dan ayumu adalah ciptaan pujangga dunia


kita begitu dekat sebagai api dengan panas
memancarkan nyala tanpa asapnya
dan selalu menebarkan cahaya dijiwaku

telah kudatangkan mendung di telaga itu
membawa petir yg bersorak girang
mengusik ketenangan sang telaga
mengeruhkan setiap jernihnya

pagiku kembali mendung
membawa kabut di hatiku
meresapi kemarahan bercampur ego
dan yg tersisa hanya lelah
berteman rasa sakit
dan terus berjalan menapaki jalan2 tajam
tanpa langkah2 yg pasti
jiwaku mengais hari ini


yg bermimpi akan tetap bermain dengan halusinasi
yg berkhayal akan selalu berada dalam imajinasi
tapi yg tersadar selalu mendambakan kenyataan
ditempat ini segalanya begitu

Dan biarkan semuanya lahir dari rongga jiwa
kerinduan tak berbatas yg bermain bersama asaku
memegang angan2 yg berhiaskan mahkota mimpi
dan salah satu jarinya tergores perih
yg berteriak pada malam adalah diriku
menancapkan kukunya dipahatan bumi
lalu hilang tertelan gelap
Engkaukah itu, butiran debu yg akan mensucikan
dari lumpur yg berceceran disela waktu
Dan tak kan kuhentikan kerinduan ini
dan hanya derita yg memamah setiap kekasihmu
aku tak kan menyesal sebelum aku menemukan
butiran debu bercampur dalam pasir
sirna

ada ruang bagi perdu dimatamu, tapi dengarlah
rongga ini diam diam telah tertali
oleh derajat termo yg makin sempit
karna ternyata kabar duka dari inti bumi
harus senantiasa dicatatkan pada nisan dan buku harian

jejakmu pada pasir mendesis sampai kehulu
dan pelayaran terdahulu ternyata hanya menambatkan rasa perih
pada dermaga yg telah membatu
usaikan saja nyanyi itu
sebab hanya tentang detik dan gambar batu
yg terus mendekap perahu yg kian kuyu



Siapa lagi yg akan lahir dari perasaan pori-poriku
ribuan tahun cahaya sejarah mencatat nama yg tak pernah selesai
bayi yg bergegas cair sebelum jelas bentuk yg dirindukannya
beginilah kekacauan itu
aku tersesat diantara pohon rimbun tanah airku
setiap rindang menyimpan perangkap yg sama adilnya
siapakah yg menggiring lebah ke harum kelopak bunga bisa?
jika engkau, kenapa harus bekerja dari gairah luka?

Aku berkaca diujung rindunya dunia
membahana umpatan yg mengiringiku
engkau dalam bejana yg ditaburi benci
menggelorakan napas napas sesak
lalu aku menyapamu "pernahkah dahaga itu untukku lagi"
seutas senyum kau suguhkan dengan sambutan gelisah
aku kembali menyapamu "akankah mata air ut membasuhku lagi"
tertusuk hatimu kedalam dekapan ragu lagi
hingga engkau merebahkannya, menutupnya dengan kain hitam
menguburnya kelapisan terdalam
aku menemuimu kemarin
dengan tertutup dan langkah tertatih
aku menemuimu dalam mimpi senja, menaiki puncak kerinduan
diantara remangnya senja aku raba wajahmu
begitu dingin hingga tangankupun beku menyentuhnya
engkau membuka mulutmu setelah sekian lama diam
"aku dalam pelukan dosa, membasuhku adalah sia sia"
engkaupun terpejam merengkuh lagi ucapanmu
kusunggingkan senyum kecil dan kecut
"andai aku bisa mensucikanmu"
aku yakin hatimu adalah jiwa dalam samudra hidupku
engkau membuka mata mencoba menghangatkanku, walau tetap kurasa dingin

Sang kancil telah keluar dari rumahnya
menghambakan hidupnya pada alam
tak hentinya ia teriak geram
ketika buminya tak lagi lepaskan lelahnya
mimpi kecilnya semakin hilang
tertelan deru mesin yg menyiutkan nyalinya
akankah hati kita tak pernah merasa??


Maka bila hanya waktu yg memapah kita
dan bila hanya desiran angin yg mendorong kita
saatnyalah bagi kita untuk melepas jiwa dalam satu asmara
dan bila debur ombak membasahi rambutmu
sementara sang rembulan menerpa wajahku
maka tak ada lain selain kita.

Jangan engkau usap dulu wangi itu
karena baunya masih menyejukkan bagiku
dan ketika hanya wajahmu yg tampak dimataku
aku masih bisa mencium harumnya
dibalik kelambu biru
aku melihatmu tersenyum simpul
sejenak melepas lelahku
setelah seharian aku mengarungi waktu mencarimu


Yg biru tak akan menjadi hijau
yg hijau tak akan menjadi biru
dan yg merah juga tak akan menjadi kuning
jika kau tak merubahnya
tapi yg putih akan menghitam kalo kau membiarkannya



Dan apakah yg tertuang saat ini hanyalah kiasan rembulan?
menusuk kejantung bagai anak panah
lalu apakah yg terasa hanya pancaran mentari dibalik terali besi
mendekap mimpi hingga terasa sesak
akankah yg tersirat tak pernah terwujud
dan apakah yg terasa hanya berada di alam mimpi


Lalu apakah lagi yg akan kusesali
jika hatikupun menyambut bayangmu yg mendekat
jika jiwaku hanya mengharapmu memelukku
maka tak ada lagi yg perlu disesali
saat secercah asa menaungi kita berdua


Dan dendam yg kau dendangkan telah memupus rindu yg kutanamkan
tak ada lagi kesan yg tertinggal dibalik hatimu
lalu engkau seprti lilin
semakin padam tertiup angin yg berlalu dengan waktu


Engkau datang bersama hembusan angin
menyejukan hatiku yg sedikit galau
mengikis kedukaan yg membalut kulitku
engkau datang bersama sinar purnama
menerpa wajahku yg menatapmu nanar
menambah indah malam yg pernah kurasakan dingin


Engkau telah datang dari seberang mimpi
engkau telah hadir dari retaknya hati
hari ini setahun yg lalu
dan saat cemara mengibaskan rambutnya
aku memandangmu dengan tatapan arti
hari inipun engkau mengingatnya
lalu awanpun berarak memayungimu dari terik
menyeka peluhmu dengan anginnya
aku tahu engkau mengingatnya

Engkau telah datang dari seberang mimpi
engkau telah hadir dari retaknya hati
hari ini setahun yg lalu
dan saat cemara mengibaskan rambutnya
aku memandangmu dengan tatapan arti
hari inipun engkau mengingatnya
lalu awanpun berarak memayungimu dari terik
menyeka peluhmu dengan anginnya
aku tahu engkau mengingatnya.


Aku hanya diam dibatas sepiku
hanyalah kecewa yang aku kunyanyikan
dari baris masa lalu yang pernah aku lakukan
terasa hanya onak yg tak berhenti menusuk
akankah ini akan cepat berakhir?


By: Tono Maryono Cillawu Garut

0 komentar:

Posting Komentar

var adfly_advert = 'int'; var adfly_advert = 'banner';